Rincian Pajak UMKM Digital di E-Commerce: Margin Keuntungan Makin Tipis?

Pemerintah saat ini sedang merancang penyempurnaankebijakan perpajakan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjalankan bisnis secara digital. Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diterapkan skemabaru berupa pemotongan pajak langsung dari omzet penjualanyang terjadi di platform e-commerce. Marketplace sepertiShopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan lainnya termasukdalam rencana penerapan kebijakan ini. Kebijakan tersebut diperkirakan akan berpengaruh langsung terhadap besarnya margin keuntungan yang diperoleh para penjual online.

Bukan Pajak Baru, Hanya Perubahan Cara Penarikan

Penting untuk digarisbawahi. Ini bukanlah penambahan pajakbaru. Melainkan perubahan dalam mekanismepemungutannya. Jika sebelumnya pelaku UMKM harusmenghitung dan menyetorkan sendiri pajaknya, kini bebanadministrasi tersebut akan diambil alih oleh platform e-commerce. Langkah ini bertujuan untuk:

  • Menyederhanakan proses
  • Mendorong kepatuhan pajak
  • Menciptakan kesetaraan antara pedagang daring dan luring.

Pemerintah juga berharap bisa memperkuat penerimaan negara dari sektor ekonomi digital yang terus menunjukkantren kenaikan.

Skema: Pajak Dipotong Otomatis oleh Marketplace

Pajak yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 22 dengan tarif 0,5% dari omzet atau penghasilan brutoyang diperoleh melalui platform digital. Artinya, jika seorangpelaku UMKM menjual barang senilai Rp 10 juta, maka Rp 50 ribu langsung dipotong sebagai pajak. Marketplace akanberperan sebagai pemungut pajak. Sementara pemotongandilakukan otomatis setiap kali transaksi selesai. Setelah itu, pihak marketplace-lah yang menyetorkan dan melaporkanpajak tersebut ke DJP secara berkala tiap bulan. Denganbegitu, penjual tidak perlu repot mengurus pelaporan secaramanual.

Siapa yang Kena, Siapa yang Bebas?

Tidak semua pelaku UMKM akan terkena potongan ini.Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP), pelaku usaha dengan omzetdi bawah Rp 500 juta per tahun tetap bebas dari kewajibanpajak ini. Adapun skema pemotongan PPh Final 0,5% hanyaberlaku untuk UMKM digital dengan omzet tahunan antaraRp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar. Bagi penjual dengan omzetlebih dari Rp 4,8 miliar, berlaku ketentuan perpajakan yang lebih kompleks dan tidak lagi menggunakan skema UMKM.

Tabel Ringkasan Skema Pajak UMKM Digital

Kriteria Penjual

Tarif Pajak

PemungutPajak

KewajibanPenjual

Keterangan

Omzet ≤ Rp 500 juta/tahun

0%

Tidak ada

Bebas pajakUMKM

Rp 500 juta < Omzet≤ Rp 4,8 miliar

0,5% (PPh22)

Marketplace

Pajak dipotongotomatis

Berlaku di semuaplatform e-commerce

Omzet > Rp 4,8 miliar/tahun

PPh Umum

Marketplace/WP

Sesuai ketentuanPPh umum

Di luar skemapajak UMKM

Dampak Kebijakan Baru terhadap Margin Keuntungan UMKM Digital

Di tengah pertumbuhan pesat sektor digital, pelaku UMKM justru menghadapi tantangan serius dalam menjaga margin keuntungan. Tekanan biaya yang kian meningkat, terutamabagi mereka yang mengandalkan marketplace sebagai kanalutama penjualan, menjadi isu utama yang kini semakindisorot. Apalagi, rencana kebijakan pemungutan pajak 0,5% dari omzet oleh pemerintah diprediksi akan memperparahkondisi ini. Berikut penjabaran lengkap mengenai dampak-dampak yang dirasakan UMKM digital saat ini:

Margin Semakin Tipis karena Banyaknya Komponen Biaya

UMKM digital saat ini tidak hanya harus bersaing dari sisikualitas dan harga. Namun juga menghadapi beban biayaoperasional yang semakin berat. Beberapa komponen utamayang memakan margin keuntungan antara lain:
  1. Komisi Platform yang Tinggi Marketplace besar seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop mengenakan komisi yang cukup besar pada tiap transaksi. Besaran potongan ini bisa mencapai 20–25%, tergantung dari jenis produk dan layanan tambahanyang digunakan penjual.
  2. Biaya Administrasi dan Iklan: Selain komisi, UMKM juga harus membayar biayaadministrasi serta mengalokasikan anggaran untuk iklandan promosi agar produk mereka tetap terlihat oleh calonpembeli.
  3. Penalti dan Program Diskon Wajib: Banyak platform menerapkan sistem penalti bagi toko yang terlambat mengirim pesanan atau menerima ulasanburuk. Di sisi lain, untuk bisa bersaing, pelaku usahaseringkali “dipaksa” ikut dalam program diskonplatform. Walaupun ini bisa meningkatkan trafik, tapitetap menggerus keuntungan.

Hasil Survei: Margin Menurun, Banyak yang Beralih dari Marketplace

Data dari survei Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memperkuatrealitas ini. Survei tersebut menunjukkan bahwa:

  • Sebanyak 68% pelaku UMKM digital mengaku margin usaha mereka terus menurun
  • Penurunan margin ini sebagian besar dipicu oleh akumulasi berbagai potongan dan biaya tambahan yang dikenakan oleh platform.
  • Sekitar 43% pelaku UMKM pernah berhenti berjualan di marketplace atau beralih ke kanal penjualan lain.

Langkah ini dilakukan sebagai respons atas tekanan biayayang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.

Risiko Terhadap Keberlanjutan UMKM

Beban biaya yang terus meningkat tak hanya berdampak pada margin saat ini.

Bisa juga mengancam keberlanjutan bisnis dalam jangkapanjang.

Berdasarkan data dari Asosiasi E-Commerce Indonesia, ditemukan bahwa:

  • Sekitar 40% pelaku UMKM kesulitan mencapai profitabilitas
  • Mereka yang tidak mampu menciptakan keuntunganberkelanjutan rentan gulung tikar atau stagnan dalampengembangan bisnis.

Terpaksa Memangkas Biaya Pengembangan dan Inovasi

Untuk bisa bertahan, banyak UMKM terpaksa memangkasanggaran untuk pengembangan produk, peningkatanpelayanan pelanggan, dan inovasi.

Padahal, aspek-aspek inilah yang seharusnya menjadikekuatan utama dalam menghadapi persaingan digital.

Solusi dan Rekomendasi

Agar kebijakan ini tidak menjadi beban tambahan yang mematikan semangat digitalisasi UMKM, berikut beberapasaran:
  1. Sosialisasi dan Edukasi: Pemerintah perlu memberikan pemahaman yang jelas tentang mekanisme dan manfaatpajak otomatis ini.
  2. Transparansi Biaya Platform: Marketplace harus lebihterbuka soal struktur biaya dan memberikan ruangnegosiasi bagi UMKM.
  3. Insentif Tambahan: Seperti subsidi iklan ataupengurangan komisi bagi UMKM yang patuh pajak.
  4. Pendampingan Digital: Pemerintah daerah dan asosiasibisa membantu UMKM dalam pencatatan keuangan dan pelaporan omzet.

Meski kebijakan ini bertujuan menciptakan keadilan fiskal, implementasinya harus mempertimbangkan realitas lapangan. Jika tidak, margin makin tipis bisa berubah menjadi margin hilang.

Image Source: Free Lisence Images

Writen By: Ria
7 July 2025 at 09.15 AM

Share on your social media :
× Konsultasi Gratis